KELAHIRAN NAHDLATUL ULAMA
LATAR BELAKANG LAHIRNYA NU
Pada
dasarnya manusia adalah makhluk sosial, yang tidak akan bisa hidup tanpa
bantuan orang lain, dalam memenuhi kebutuhan hidup termasuk untuk mewujudkan
suatu cita-cita manusia tidak akan bisa mendapatkan dengan seorang diri tanpa
bantuan oarng lain. Oleh karena itu suatu keharusan dalam berjuang untuk
mewujudkan cita-cita harus dirintis terlebih dahulu suatu kerja sama dengan
berbagai pihak yang satu sama lain bisa saling membantu.
Para
ulama indonesia memiliki cita-cita luhur yaitu untuk menjaga kelestarian ajaran
islam Ahlussunnah Wal Jam’ah di Indonesia. Karena mereka yakin bahwa ajaran
islam yang dibawa oleh para Wali Songo dengan cara aman damai tanpa kekerarasan
ini patut untuk dijaga kelestariannya dan selalu dipertahankan strategi dan
metode penyampaian dakwahnya. Hal ini terbukti karena dari sekian cara dakwah
islam di seluruh dunia hanya indonesialah yang berhasil dengan baik tanpa
menggunakan kekerasan. Hal ini sepenuhnya disadari oleh para ulama pengasuh
pesantren ketika mereka harus meningkatkan perjuangannya untuk mencapai
cita-cita yang lebih tinggi dan menolak bahaya yang mengancam terhadap
terwujudnya cita-cita yang dimaksud.
Pada
awal bad XX di negeri Hijaz (Makkah-Madinah) terjadi perpindahan kekuasaan ke
tangan Raja Ibnu Sa’ud yang menganut faham Wahabi. Mereka memaksakan kehendak
agar ajaran-ajaran Wahabi diterapkan di kota suci umat islam itu. Padahal
mayoritas umat islam tidak membenarkan ajaran mereka terutama larangan membaca
Barjanji, rencana pembongkaran makam-makam pahlawan Islam, melarang bermadzhab,
melarang memohon berkah kepada nabi atau syekh, wali, guru maupun malaikat.
Apa
yang berlaku di hijaz sangat besar pengaruhnya bagi dunia Islam termasuk umat
Islam di Indonesia. Karena itu para ulama pengasuh pesantren merasa keberatan
jika ajaran-ajaran tersebut diterapkan di Hijaz. Semua usul keberatan para
ulama ini akan disampaikan melalui delegasi kaum muslimin Indonesia yang akan
menghadiri Kongres Khilafah di Makkah atas undangan raja Ibnu Sa’ud.
Karena para ulama pesantren tidak terwakili dalam delegasi itu maka mereka
membentuk komite tersendiri untuk menyampaikan keberatan kaum muslimin
Indonesia terhadap program Raj Ibnu Sa’ud yang diberi nama Komite Hijaz.
Kehadiran
bangsa barat denngan budaya dan keyakinan yang bertentangan ajaran Islam
merupakan bahaya dan musush besar yang harus dilawan,karena hal ini benar-benar
mengganggu terhadap kelancaran dakwah para ulama dalam mewujudkan cita-citanya.
Usaha
penjajah Belanda sejak pertama masuk Indonesia tahun1596 dalam upaya menguasai
Indonesia telah mendapat perlawanan sengit dari rakyat Indonesia dan raja-raja
Islam yang ada di Nusantara, perlawanan itu semuanya dapat dikalahkan oleh
Belanda kecuali Aceh yang tidak pernah dapat dikalahkan. Kekalahan itu
dikarenakan kekuatan raja-raja dan ulama pesantren serta rakyat belum
diorganisir dengan baik. Sehingga kekuatan mereka terpecah dan selalu dipecah
belah oleh Belanda dengan cara mengadu domba antara satu dengan yang lain.
Melihat
keadaan yang sangat memperihatinkan ini, maka para ulama tampil kedepan
memberikan sikap yang tegas dengan menganggap Belanda itu kafir. Sikap tegas
itu terwujud dalam beberapa pernyataan sebagai berikut :
- Tidak
mau kerja sama dengan Belanda (Non-Kooperatif)
- Menyingkir ke pelosok-pelosok dengan mendirikan pesantren-pesantren dengan tujuan mempertahnakan keislaman penduduk dan mengobarkan semangat anti Belanda